Pages

Labels

Senin, 04 Maret 2013

harta karun lokomotif uap bersejarah

Hari Minggu sore ini saya sengaja ingin menengok lokomotif uap di Museum Transportasi, TMII. Saya tiba di area parkir TMII, tepat pada pukul 16.30. Bergegas saya berjalan seorang diri menyusuri trotoar di tepi jalur beraspal, di dalam TMII, menuju ke tempat area museum . Deretan mobil yang terparkir di atas trotoar membuat saya kesulitan mencari celah jalan saat melangkahkan kaki. “Kasihan pengunjung yang ingin menikmati suasana di area TMII dengan berjalan kaki. Semua jalur telah ‘dimakan’ oleh mobil, bus, dan motor.”, gumam saya dalam hati.
Memasuki pintu area museum saya langsung membeli tiket masuk seharga dua ribu rupiah. “Murah banget masuk museum cuma dikenai tiket sama dengan harga sebuah pisang goreng.”. Petugas loket yang ternyata seorang satpam laki-laki berbaju safari, sempat bingung ketika saya menyodorkan uang limaribuan. Ternyata dia tidak punya uang kembalian seribu rupiah. Akhirnya saya diberi dua lembaran uang dua ribu rupiah. Berarti ongkos masuk saya cuma seribu rupiah.
Saya lihat suasana sore hari di area luar museum tampak ramai. Sejumlah remaja laki-laki dan perempuan tampak berfoto-foto di dekat rangkaian gerbong tua. Sepasang calon pengantin terlihat sedang difoto oleh pemotret professional. Pasangan tersebut beraksi di pintu  gerbong paling belakang. Saya langsung memilih untuk mengamati terlebih dahulu sosok lokomotif uap raksasa yang disebut dalam keterangan tertulis merupakan rangkaian kereta keprisidenan pada jaman presiden Sukarno berkuasa. Bila membandingkan sosok lokomotifnya yang sangat besar beserta rangkaian gerbong yang ditarik, kesan saya rangkaian tersebut kelihatan tidak seimbang. Lokomotif buatan ‘Krupp’, Belanda tersebut tentu bertenaga besar, sementara tiga gerbong di belakangnya, yang terdiri atas: gerbong presiden, gerbong wakil presiden, dan gerbong klinik, tentu hanya berbobot ringan.
1347810616660279550
Lokomotif keprisidenan.
13478106711665276531
Lokomotif kepresidenan .
1347810864902871681
Lokomotif kepresidenan.
13478109141753632948
Lokomotif kepresidenan.
13478109601079474961
Keterangan sejarah.
Setelah puas memelototi rangkaian kereta istimewa yang terletak di dekat pintu masuk, saya lalu berjalan menyusuri rel menuju ke gedung sebelah Timur yang menjadi naungan bagi sejumlah lokomotif tua lainnya. Terus terang baru kali ini saya menengok gedung yang terletak di pinggiran area museum. Dalam beberapa kali kunjungan bersama keluarga, saya belum sempat melihat lokasi gedung tersebut karena keterbatasan waktu. Dari kejauhan yang terlihat hanya dua buah lokomotif berukuran sedang. Ternyata setelah saya sampai di depan gedung tampak  pemandangan yang sangat mengagumkan bagi mata saya. Di dalam gedung tersebut terlihat sejumlah lokomotif raksasa yang sangat saya sukai. “Wow ! Inilah harta karun sejarah yang ternyata selama ini tidak saya ketahui sama sekali (!)”. Sejak lama saya memimpikan bisa mengunjungi museum lokomotif di Ambarawa, Jawa Tengah, namun belum kesampaian hingga saat ini. Ternyata di TMII yang dekat dengan rumah saya, sejumlah koleksi lokomotif tua raksasa dapat saya pelototi setiap waktu sesuka saya. Sayang sekali, waktu kunjungan saya sore tadi hanya tersedia selama satu jam, sebab museum transportasi tutup pada pukul 17.30.
Suasana sepi, dengan sorot sinar matahari yang mulai temaram membuat situasi di dalam gedung terasa sejuk. Tak henti-hentinya saya mengamati semua detail bagian lokomotif raksasa yang berdiri dengan gagah pada masing-masing jalur rel pendek khusus untuk masing-masing loko. Beberapa keteragan yang saya lihat menyebutkan pabrik pembuat lokomotif tersebut, disertai tahun pembuatan, daerah tempat lokomotif tersebut beroperasi, serta berat tonase.
Bila Anda penggemar film-film tentang sejarah Perang Eropa, pasti Anda tidak akan lupa dengan adegan-adegan di stasiun tua di negara-negara Jerman, Polandia, Cekoslovakia, Inggris, dan sejumlah negara Eropa yang terlibat dalam peperangan,  dari  tahun 1939 s.d. 1944. Saya juga bisa merasakan kepulan asap yang keluar dari cerobong, desisan rem roda atau bunyi berdenyit akibat gesekan roda dengan rel disertai dengan kepulan asap di sisi samping lokomotif yang dihentikan oleh masinis karena rangkaian kereta api dihentikan oleh  serombongan tentara Nazi Jerman berdiri di peron stasiun. Selanjutnya dua orang anggota pasukan ‘SS’ bergegas memasuki gerbong untuk memeriksa satu persatu para penumpang di dalam gerbong. Imajinasi tersebut mungkin  sangat terasa kehadirannya ketika Anda berada di samping lokomotif-lokomotif uap  buatan pabrik ‘Hohenzollern, Dusseldorf, Jerman, 1930′, ‘Hannomack, Hannover, Jerman’, ‘Hartmann, Chemnitz, Jerman, 1921′, ‘Werkspoor, Amsterdam, Nederland, 1928′, ‘Winterthur, Schweiz Lok & Mash, Sweden, 1916, dan lain-lain, yang ada di museum  Transportasi, TMII.
13478110341833428648
Lokomotif besar 1.
13478110831095689161
Lokomotif besar 2.
1347811135192252992
Lokomotif besar 3.
13478111841401555430
Lokomotif besar 4.
13478112371167194924
Lokomotif besar 5.
13478112871827921692
Lokomotif besar 6.
1347811344391921449
Loko diesel yang telah dipensiunkan.
1347811394856954068
Ada tulisan
134781153246729876
Sarang tawon di pintu ketel.
13478115771174362567
Nama stasiun.
1347811622660904816
Tarif naik kereta api (dalam bahasa Belanda).
Lokomotif besar yang bersejarah itu merupakan koleksi dari sejumlah daerah di Jawa dan Sumatra, tempat mereka beroperasi selama masa pemerintahan Belanda di Indonesia. Sejumlah kota tempat asal lokomotif-lokomotif itu berasal, yakni: Cibatu, Rangkasbitung, Purwakarta, Bangil, Tanjung Enim, Medan, dan  Padang.
Ingin rasanya menjadikan koleksi lokomotif itu agar tetap bisa berjalan, namun saya harus memaklumi bahwa untuk mewujudkan hal itu tentu membutuhkan biaya perbaikan yang sangat besar. Namun saya sangat berterimakasih kepada pemerintah, khususnya pengelola TMII, terkait dengan penempatan koleksi lokomotif tersebut yang sangat rapih dan terlindung dari pengaruh hujan serta panas.
Meskipun sebagian koleksi tersebut sudah mengalami pengeroposan, khususnya yang berada di area terbuka, namun bila selalu dilakukan pengecatan rutin, Insaya Allah akan tetap terjaga awet hingga ratusan tahun. Anak-anak Indonesia dan para pemerhati sejarah Indonesia diharapkan masih bisa melihat-lihat koleksi ‘harta karun sejarah kereta api’ tersebut untuk masa mendatang.
Saya pernah merasakan perjalanan menaiki rangkaian dua gerbong   tua yang dihela oleh sebuah lokomotif diesel puluhan tahun yang silam (pada jaman Orba masih berkuasa). Namun sangat disayangkan pada masa kini rangkaian tersebut telah dipensiunkan. Kondisi loko diesel bersejarah itu masih bertengger di atas rel sepanjang kira-kira satu kilometer, begitupun dua gerbong kayu tua. Impian orang tua dan anak-anaknya  yang ingin merasakan desiran angin saat rangkaian tersebut berjalan pelan memasuki terowongan buatan, untuk saat ini dan pada masa mendatang tidak akan terwujud lagi. Hari Minggu sore ini saya sengaja ingin menengok lokomotif uap di Museum Transportasi, TMII. Saya tiba di area parkir TMII, tepat pada pukul 16.30. Bergegas saya berjalan seorang diri menyusuri trotoar di tepi jalur beraspal, di dalam TMII, menuju ke tempat area museum . Deretan mobil yang terparkir di atas trotoar membuat saya kesulitan mencari celah jalan saat melangkahkan kaki. “Kasihan pengunjung yang ingin menikmati suasana di area TMII dengan berjalan kaki. Semua jalur telah ‘dimakan’ oleh mobil, bus, dan motor.”, gumam saya dalam hati.
Memasuki pintu area museum saya langsung membeli tiket masuk seharga dua ribu rupiah. “Murah banget masuk museum cuma dikenai tiket sama dengan harga sebuah pisang goreng.”. Petugas loket yang ternyata seorang satpam laki-laki berbaju safari, sempat bingung ketika saya menyodorkan uang limaribuan. Ternyata dia tidak punya uang kembalian seribu rupiah. Akhirnya saya diberi dua lembaran uang dua ribu rupiah. Berarti ongkos masuk saya cuma seribu rupiah.
Saya lihat suasana sore hari di area luar museum tampak ramai. Sejumlah remaja laki-laki dan perempuan tampak berfoto-foto di dekat rangkaian gerbong tua. Sepasang calon pengantin terlihat sedang difoto oleh pemotret professional. Pasangan tersebut beraksi di pintu  gerbong paling belakang. Saya langsung memilih untuk mengamati terlebih dahulu sosok lokomotif uap raksasa yang disebut dalam keterangan tertulis merupakan rangkaian kereta keprisidenan pada jaman presiden Sukarno berkuasa. Bila membandingkan sosok lokomotifnya yang sangat besar beserta rangkaian gerbong yang ditarik, kesan saya rangkaian tersebut kelihatan tidak seimbang. Lokomotif buatan ‘Krupp’, Belanda tersebut tentu bertenaga besar, sementara tiga gerbong di belakangnya, yang terdiri atas: gerbong presiden, gerbong wakil presiden, dan gerbong klinik, tentu hanya berbobot ringan.
1347810616660279550
Lokomotif keprisidenan.
13478106711665276531
Lokomotif kepresidenan .
1347810864902871681
Lokomotif kepresidenan.
13478109141753632948
Lokomotif kepresidenan.
13478109601079474961
Keterangan sejarah.
Setelah puas memelototi rangkaian kereta istimewa yang terletak di dekat pintu masuk, saya lalu berjalan menyusuri rel menuju ke gedung sebelah Timur yang menjadi naungan bagi sejumlah lokomotif tua lainnya. Terus terang baru kali ini saya menengok gedung yang terletak di pinggiran area museum. Dalam beberapa kali kunjungan bersama keluarga, saya belum sempat melihat lokasi gedung tersebut karena keterbatasan waktu. Dari kejauhan yang terlihat hanya dua buah lokomotif berukuran sedang. Ternyata setelah saya sampai di depan gedung tampak  pemandangan yang sangat mengagumkan bagi mata saya. Di dalam gedung tersebut terlihat sejumlah lokomotif raksasa yang sangat saya sukai. “Wow ! Inilah harta karun sejarah yang ternyata selama ini tidak saya ketahui sama sekali (!)”. Sejak lama saya memimpikan bisa mengunjungi museum lokomotif di Ambarawa, Jawa Tengah, namun belum kesampaian hingga saat ini. Ternyata di TMII yang dekat dengan rumah saya, sejumlah koleksi lokomotif tua raksasa dapat saya pelototi setiap waktu sesuka saya. Sayang sekali, waktu kunjungan saya sore tadi hanya tersedia selama satu jam, sebab museum transportasi tutup pada pukul 17.30.
Suasana sepi, dengan sorot sinar matahari yang mulai temaram membuat situasi di dalam gedung terasa sejuk. Tak henti-hentinya saya mengamati semua detail bagian lokomotif raksasa yang berdiri dengan gagah pada masing-masing jalur rel pendek khusus untuk masing-masing loko. Beberapa keteragan yang saya lihat menyebutkan pabrik pembuat lokomotif tersebut, disertai tahun pembuatan, daerah tempat lokomotif tersebut beroperasi, serta berat tonase.
Bila Anda penggemar film-film tentang sejarah Perang Eropa, pasti Anda tidak akan lupa dengan adegan-adegan di stasiun tua di negara-negara Jerman, Polandia, Cekoslovakia, Inggris, dan sejumlah negara Eropa yang terlibat dalam peperangan,  dari  tahun 1939 s.d. 1944. Saya juga bisa merasakan kepulan asap yang keluar dari cerobong, desisan rem roda atau bunyi berdenyit akibat gesekan roda dengan rel disertai dengan kepulan asap di sisi samping lokomotif yang dihentikan oleh masinis karena rangkaian kereta api dihentikan oleh  serombongan tentara Nazi Jerman berdiri di peron stasiun. Selanjutnya dua orang anggota pasukan ‘SS’ bergegas memasuki gerbong untuk memeriksa satu persatu para penumpang di dalam gerbong. Imajinasi tersebut mungkin  sangat terasa kehadirannya ketika Anda berada di samping lokomotif-lokomotif uap  buatan pabrik ‘Hohenzollern, Dusseldorf, Jerman, 1930′, ‘Hannomack, Hannover, Jerman’, ‘Hartmann, Chemnitz, Jerman, 1921′, ‘Werkspoor, Amsterdam, Nederland, 1928′, ‘Winterthur, Schweiz Lok & Mash, Sweden, 1916, dan lain-lain, yang ada di museum  Transportasi, TMII.
13478110341833428648
Lokomotif besar 1.
13478110831095689161
Lokomotif besar 2.
1347811135192252992
Lokomotif besar 3.
13478111841401555430
Lokomotif besar 4.
13478112371167194924
Lokomotif besar 5.
13478112871827921692
Lokomotif besar 6.
1347811344391921449
Loko diesel yang telah dipensiunkan.
1347811394856954068
Ada tulisan
134781153246729876
Sarang tawon di pintu ketel.
13478115771174362567
Nama stasiun.
1347811622660904816
Tarif naik kereta api (dalam bahasa Belanda).
Lokomotif besar yang bersejarah itu merupakan koleksi dari sejumlah daerah di Jawa dan Sumatra, tempat mereka beroperasi selama masa pemerintahan Belanda di Indonesia. Sejumlah kota tempat asal lokomotif-lokomotif itu berasal, yakni: Cibatu, Rangkasbitung, Purwakarta, Bangil, Tanjung Enim, Medan, dan  Padang.
Ingin rasanya menjadikan koleksi lokomotif itu agar tetap bisa berjalan, namun saya harus memaklumi bahwa untuk mewujudkan hal itu tentu membutuhkan biaya perbaikan yang sangat besar. Namun saya sangat berterimakasih kepada pemerintah, khususnya pengelola TMII, terkait dengan penempatan koleksi lokomotif tersebut yang sangat rapih dan terlindung dari pengaruh hujan serta panas.
Meskipun sebagian koleksi tersebut sudah mengalami pengeroposan, khususnya yang berada di area terbuka, namun bila selalu dilakukan pengecatan rutin, Insaya Allah akan tetap terjaga awet hingga ratusan tahun. Anak-anak Indonesia dan para pemerhati sejarah Indonesia diharapkan masih bisa melihat-lihat koleksi ‘harta karun sejarah kereta api’ tersebut untuk masa mendatang.
Saya pernah merasakan perjalanan menaiki rangkaian dua gerbong   tua yang dihela oleh sebuah lokomotif diesel puluhan tahun yang silam (pada jaman Orba masih berkuasa). Namun sangat disayangkan pada masa kini rangkaian tersebut telah dipensiunkan. Kondisi loko diesel bersejarah itu masih bertengger di atas rel sepanjang kira-kira satu kilometer, begitupun dua gerbong kayu tua. Impian orang tua dan anak-anaknya  yang ingin merasakan desiran angin saat rangkaian tersebut berjalan pelan memasuki terowongan buatan, untuk saat ini dan pada masa mendatang tidak akan terwujud lagi.

0 komentar:

Posting Komentar